Langsung ke konten utama

Pabrik Tua PG Modjo


Ketika libur tiba, yang sebaiknya kita lakukan adalah berwisata. Wisata bisa kemana saja, yang menurut kita bisa merilekskan tubuh dan pikiran. Berbeda-beda bagi setiap orang karena ketertarikan setiap orang terhadap sesuatu juga berbeda. Seperti yang aku lakukan belum lama ini. Aku berkunjung ke rumah Budeku yang ada di Sragen, Jawa Tengah, untuk menghadiri Mbakku yang menjalani prosesi ngunduh manten (salah satu prosesi pernikahan adat Jawa). Beberapa waktu lalu, Mbakku pernah menceritakan kondisi Kota Sragen yang cenderung sepi dan panas. Menurutnya tidak ada yang menarik di kota itu. Paling pun yang ada hanya sebuah lokasi pabrik tua yang ada sejak zaman Belanda dan masih beroperasi hingga saat ini. Pabrik tersebut adalah pabrik gula.

Ketika pertama datang ke sana, lokasi pabrik gula tua itu adalah pertanyaan-pertanyaan pertama yang aku lontarkan. Pabrik gula itu bernama PG Modjo. Modjo (Mojo) merupakan nama desa di lokasi pabrik itu berdiri, mungkin juga nama buah seperti dalam cerita asal mula nama kerajaan Majapahit. Karena prosesi dilaksanakan keesokan harinya, aku pun langsung meluncur untuk melihat-lihat kondisi pabrik tua itu. Lokasinya dekat dari rumah Budeku, hanya sekitar 5 menit menggunakan sepeda. Kesan pertamaku melihat pabrik itu, aku tidak percaya bahwa pabrik itu masih beroperasi. Menurutku kondisi pabrik itu sudah tidak layak. Akupun tidak yakin dinding pabrik itu akan bertahan berapa tahun lagi. Walaupun begitu, toh pabrik itu masih berdiri kokoh sejak tahun 1886. Yang bagus dari pabrik ini adalah keterbukaan pihak pabrik bagi warga yang ingin melintasi areal pabrik karena jalur itulah yang terdekat dari perumahan menuju pasar dan pusat kesibukan lainnya.

Hari pertama ke pabrik, aku belum mendapatkan gambar pabrik karena baterai handphone-ku kehabisan daya setelah semalaman di kereta. Padahal banyak sekali sisi-sisi pabrik yang sangat menarik sebagai objek foto. Bahkan menurut cerita Mbakku, ada beberapa temannya yang mengambil foto pre-wedding mereka di lokasi pabrik ini.

Hari-hari berikutnya aku menyengaja tidak berkunjung ke pabrik dikarenakan membantu sedikit-sedikit untuk persiapan acara. Kecuali sesekali melintas untuk mengantarkan Ibuku  ke pasar. Hari terakhir aku di Sragen lah yang aku gunakan untuk berburu foto. Seperti biasanya di sebuah areal pabrik, di berbagai sudut pabrik dijaga oleh petugas keamanan (satpam). Biasanya, mengambil gambar pabrik adalah sesuatu yang dilarang. Untuk itu, ketika aku akan mengambil gambar, aku putuskan untuk meminta ijin kepada satpam untuk diperbolehkan mengambil beberapa gambar. Dan hasilnya: tidak boleh!

Kekecewaan menjadi hasilnya. Tadinya satpam itu ingin aku berikan “uang rokok” agar diperbolehkan, tetapi aku urungkan. Untuk apa bayar kalau bisa gratis? Aku mengambil beberapa foto secara diam-diam dan cepat. Hasil fotoku tentu tidak memuaskan. Ada yang miring, terlalu ke samping, terlalu gelap, objeknya tidak jelas, ditambah lagi kamera yang kugunakan hanya kamera handphone, yang ketajamannya tidak begitu baik.

Kecewa rasanya, padahal pabrik tua yang masih menggunakan lori ber-rel itu memiliki eksotika tersendiri. Banyak sisi misterius dari pabrik ini. Saking misteriusnya, tempat pengumpulan tebu di belakang pabrik hamper dijadikan tempat “uji nyali” oleh salah satu stasiun televisi nasional, tetapi urung dilakukan. Menurut ulama setempat, energi negatif di tempat itu terlalu kuat sehingga berisiko bagi peserta uji nyali.

Aku berhasil mengambil beberapa gambar candid. Berikut ini di antaranya.


Tempat pengumpulan tebu

Tempat perbaikan lori pengangkut tebu

Lori-lori ditarik menggunakan sebuah mobil jeep

Salah satu tempat penampungan air tebu sejak tahun 1972

Tampak luar gedung pabrik dengan cerobongnya

Adikku yang sedang memandangi pancuran air sisa pengolahan air tebu
Baunya seperti jagung rebus

Truk pengangkut tebu memasuki gerbang pabrik

Pintu masuk tebu ke dalam pabrik

Mes karyawan dengan suasana khas jaman Belanda

Plonthong, sisa tebu yang dimanfaatkan sebagai pupuk


Semoga PG Modjo yang merupakan salah satu BUMN ini dapat terus beroperasi dan juga dapat menjadi perusahaan berdaya saing tinggi seperti yang tertuang dalam visi perusahaan. Senang rasanya bisa mengunjungi tempat bersejarah ini.


Bureaucracy can’t stop me from  writing.

Komentar

  1. sejak thn 1886.. wuiih tua bgt yak. Pantesan banyak sisi misteriusnya. Sayangnya ga boleh moto2.
    Coba satpamnya dirayu dikit gt, ato diajak poto.. pasti dibolehin deh.. hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha pengennya si gitu mbak, cuman waktu itu lagi rame di posnya, malu juga kan :3

      Hapus
  2. emang lumayan angker sih, mklum sudah sejak jaman belanda

    BalasHapus
  3. wuih... tempat kenangan tuh ^.^
    dulu wktu masih smp skolah di sragen ikut budhe (saya dulu di smpn 1 sragen skitar 2005-2008) sering diajak olahraga di tanah kosong di dalam wilayah pabrik itu, maklum wktu itu skolahan ga pny lapangan yg gede.
    trus pernah juga pas mlm2 jln dr stasiun sragen abis liburan ke jakarta, saya lewat blakang pabrik, rmh budhe saya kan di mageru alor, tp iseng aja lewat situ karna males lewat jln raya.
    wiuh seremnya... tp udah biasa sih lama2.
    lumayan kalo mo uji nyali, asal dibolehin hehehe
    baca crita ini jadi pengen ke sragen lagi ih!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hayuk ke sragen lagi, saya juga mau kesana lagi tapi belum terwujud hehe..

      Hapus
  4. bagian belakang yang di IPAL kok g di ambil gan gambarnya.datang klo mlm aja biar lebih greget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. IPAL itu apa mas? nanti kalo kesana lagi saya potoin deh

      Hapus
  5. Ni sekarang q bermalam d dalam pabrik gula sragen ... Aduh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Bercerita

Payung Teduh kembali memperkenalkan karya emasnya. Lagu-lagu Payung Teduh dikenal sangat puitis dan romantis. Ditambah lagi dengan alunan musik Folk Jazz -nya yang syahdu membuat penikmat karyanya semakin merasakan keteduhannya. Salah satu lagu terbaru mereka berjudul Mari Bercerita. Karya-karya sebelumnya membuat kita membayangkan keromantisan si pembawa lagu dengan kekasihnya. Sementara di lagu ini, kita tidak perlu lagi membayangkannya karena lagu ini dibawakan secara duet dengan seorang wanita berparas ayu bernama panggilan Icha. Karya ini karya pertama Payung Teduh yang dibawakan secara duet. Suara mereka yang lembut dan merdu mampu membawa lagu ini ke suasana yang begitu romantis. Sebetulnya menurut penilaian saya, lirik lagu ini tidak sepuitis lagu-lagu sebelumnya. Liriknya sederhana, tetapi tidak menghilangkan romantismenya bahkan semakin dieksploitasi dengan kehadiran Icha sebagai teman duet Is (vokalis dan gitaris Payung Teduh). Berikut adalah lirik lagu tersebut.

Mengenang PT. Texmaco Perkasa Engineering

Industri manufaktur Indonesia sedang dalam perkembangan yang cukup memberikan angin segar. Beberapa waktu lalu kita digegerkan dengan mobil yang diciptakan di Indonesia oleh para pelajar SMK di Solo dengan bantuan dari perusahaan karoseri lokal, Kiat Keroseri. Mobil itu diberi label buatan pabrikan Esemka dengan berbagai variannya. Di antaranya adalah Digdaya dan Rajawali. Tidak hanya itu, bahkan murid-murid SMK telah diajarkan merakit pesawat terbang. Walaupun jenisnya hanya pesawat latih. Masyarakat bersemangat dan bergairah dengan kabar menggembirakan tersebut. Sebagian masyarakat bahkan telah memesan mobil-mobil buatan murid-murid SMK tersebut. Bapak Jokowi, selaku Walikota Solo kala itu, juga telah menggunakan mobil Esemka sebagai kendaraan dinasnya. Media begitu menggembar-gemborkan berita itu. Hampir semua stasiun televisi memberitakannya. Lalu, apa yang terjadi sekarang? Sudah hampir tidak ada beritanya lagi yang muncul di televisi. Kita hanya bisa menikmati beritanya dari me