“Bu!” kataku sambil mengacungkan jari telunjuk.
Itu kode yang kuberikan kepada ibu kantin hampir setiap pagi
pada hari kerja. Kode yang telah sama-sama kami mengerti. Seperti sama
mengertinya antara supir angkot dan penumpang yang mengetuk langit-langit
angkot. Sama-sama mengerti walau tanpa adanya perjanjian sebelumnya.
Tak sampai satu menit, hadirlah dihadapanku secangkir kopi
hitam panas dengan aromanya yang khas. Aroma yang menyentuh lembut indera
pembau di dalam batang hidungku yang—untungnya—agak mancung. Sejenak mata
terpejam menikmati rangsangan yang datang. Indera pembauku seketika terpenuhi
nafsunya. Merangsang otak menyekresikan hormon bahagia. Secepat aliran setrum
menyambar, secepat itu pula senyum bahagia terbentuk di wajah.
Kata orang, kopi bukan candu, tetapi nyatanya banyak orang
sepertiku yang tak sanggup memulai hari tanpa secangkir kopi terkecap di
lidahnya. Mata lebih membuka dan semangat lebih terpompa setelah
tenggakan-tenggakan penuh kenikmatan.
Obrolan-obrolan segar terlempar dari bibir-bibir yang
sesekali dijilat. Obrolan tentang apa saja. Olahraga, berita, jodoh, bahkan
agama. Yang ringan-ringan saja hanya untuk menghidupkan suasana. Canda tawa pun
lepas tak berhalang.
“Bu, tambah lagi kopinya.”
Menit demi menit berlalu begitu saja. Tanpa adanya rasa
bosan duduk berlama-lama. Satu jam? Dua jam? Terasa sama saja. Jika kopi
tinggal menyisakan ampasnya, ya tambah lagi. Untuk apa terburu-buru melewati
suasana seperti ini? Tak perlulah memikirkan sarapan. Secangkir kopi ini
sanggup mengganjal perut setidaknya hingga siang nanti. Ditambah sesekali mengunyah
gorengan hangat yang tersedia di meja.
Bercerita, berbagi pengalaman, merupakan
tambahan kenikmatan bagi para penikmat kopi. Belum lengkap rasanya jika
menikmati kopi seorang diri. Jika memang datang ke warung kopi sendirian, toh
di warung kopi itu juga ada orang lain yang bisa diajak bicara. Paling tidak
ibu penjual kopi itu sendiri.
“Kemana kemarin? Kok nggak
keliatan?” tanya ibu kantin penasaran.
Memang sah-sah saja menikmati
kopi seorang diri. Di kamar sambil asik dengan komputer. Di teras rumah memandangi
orang berlalu-lalang. Menikmati indahnya mentari sambil memainkan gitar. Toh
kita memang terkadang butuh sendiri, untuk merenungi sesuatu misalnya.
Setidaknya ada secangkir kopi yang menemani. Hitam. Pekat. Sepat. Pahit. Manis. Harum. Nikmat.
Bureaucracy can’t stop me from writing.
Komentar
Posting Komentar