Di Jakarta, macet
adalah hal yang lumrah terjadi. Kapanpun macet, di manapun macet. Dari jalan
besar hingga gang kecil macet. Hari kerja dan hari libur macet. Seakan tidak
ada hari dan jalan yang tidak macet. Kemacetan di Jakarta memang sudah sangat
parah. Warga Jakarta (asli Jakarta, pendatang, dan yang melaju) sudah akrab dan
bosan dengan kemacetan. Berangkat pagi tak berdampak. Pulang jam 9 malampun
jalanan masih padat, terutama akhir pekan. Sampai ada ungkapan "tua di
jalan", menyedihkan memang.
Tapi, apakah
sebenarnya penyebabnya? Sederhana saja, jalan yang sudah tidak cukup untuk
menampung kendaraan yang berlalu lintas. Pemerintah sudah melakukan berbagai
upaya untuk menyelesaikannya. Mulai dari membangun jalan, memperbaiki
transportasi umum, hingga memberlakukan 3in1 (3orang dalam 1mobil) di beberapa
ruas jalan. Dalam waktu dekat akan diberlakukan penggiliran kendaraan yang
boleh melintas berdasarkan ganjil-genap plat nomor kendaraan. Hasilnya? Seperti
yang kita lihat saat ini, macet tetap merajalela bahkan makin parah. Kenapa
bisa demikian? Apa yang salah?
Menurut saya, yang
salah adalah mengidentifikasi masalah. Memang tidak bisa diselesaikan dengan
satu cara, tapi mari kita coba. Kenapa jalan macet? Karena banyak kendaraan.
Kenapa banyak kendaraan? Karena jarak dari rumah ke kantor, sekolah, atau pusat
perbelanjaan jauh. Sebaliknya, kenapa di negara-negara lain kemacetan tidak
separah di Jakarta padahal lebar jalan tidak jauh berbeda? Karena kendaraan
sedikit. Kenapa jumlah kendaraan sedikit? Karena tidak terlalu diperlukan?
Kenapa demikian? Karena jarak dari tempat tinggal dengan tempat kerja, sekolah,
atau pusat perbelanjaan dekat. Cukup dengan berjalan kaki atau dengan sepeda.
Orang sebanyak
itu? Bagaimana bisa? Ini mungkin yang belum diketahui orang banyak.
Hal tersebut bisa
terjadi karena mereka "Membangun Ke Atas". Seperti yang sedang ngetrend dibangun oleh pengembang
properti akhir-akhir ini. Konsep yang banyak disebut dalam iklannya. Konsep itu
adalah "One Stop Living" yang menyatukan kebutuhan kerja, sekolah,
dan belanja dalam satu tempat. Dengan demikian, kendaraan, terutama mobil,
tidak begitu diperlukan. Macet? Otomatis tidak ada. Yang tercipta adalah
ramainya pejalan kaki, udara segar, sejuk, kecelakaan lalu lintas sedikit,
tingkat stres warga kota sangat rendah, dan mungkin kebersihan kota terjaga.
Terdengar
sederhana, ya memang sederhana, tetapi dibutuhkan kemauan dari segala pihak, waktu
yang lama, dan dana yang tidak sedikit. Tulisan ini hanya saran dari penulis.
Besar harapan penulis, tulisan ini bisa menjadi sedikit bahan pertimbangan
penyelesaian fenomena kemacetan Jakarta yang sudah begitu parah. Sekian.
Komentar
Posting Komentar