Langsung ke konten utama

Nasinalisme Sepak Bola



Tanggal 14 November 2012 adalah jadwal timnas Indonesia (timnas) berujicoba dengan kesebelasan Timor Leste yang berkesudahan 1-0 untuk kemenangan Indonesia, hasil yang kurang memuaskan untuk menghadapi AFF Cup 2012. Selang 3 hari kemudian timnas melakoni uji coba dengan Kamerun. Ketika uji coba melawan Timor Leste saya hanya dapat menyaksikan dari layar kaca, tetapi untuk pertandingan melawan Kamerun, saya bertekad untuk menonton secara langsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), sendiri ataupun dengan teman.

Saya mencoba mencari teman nonton langsung bersama. Agak sedih saya ketika mengajak seorang teman. Dia tidak mau padahal jaraknya hanya 10menit dari kantor. Alasannya karena menurutnya timnas pasti kalah saat berjuang di Piala AFF 2012. Apalagi kondisi PSSI yang tidak jelas. Apakah hanya ketika menang atau timnas kita kuat sajakah kita mendukung? Ketika timnas dalam kondisi yang tidak 100% seperti ini kita langsung pesimis dan meninggalkan timnas berjuang sendirian? Ketika timnas berhasil baru kita teriak-teriak "Indonesia"? Betapa piciknya pola pikir seperti itu. Serendah itukah nasionalisme yang kau punyai? Memuji sebagian menghinakan sebagian lainnya?

Tidak terpikirkankah bagaimana timnas berjuang habis-habisan di tanah orang lain demi mengharumkan nama Indonesia walaupun hanya dengan "bambu runcing"? Timnas tidak memintamu untuk mau bermain, tetapi timnas meminta semangat dan dorongan dari kita seperti yang kita berikan ketika timnas masuk final Piala AFF 2010. Itu semangat yang diminta. Itu saja.

Tapi yang terjadi ketika timnas lemah seperti sekarang ini, jangankan menonton langsung, menonton melalui televisipun enggan. Di mana nasionalismemu?
Marilah kita sama-sama membangun timnas Indonesia yang terbaik, walaupun hanya dengan menonton pertandingannya. Semoga timnas Indonesia kembali menjadi "Macan Asia" seperti yang diharapkan AFC (Komite SepakBola Asia). Semoga.

Akhirnya saya dapat teman nonton langsung, Galih


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Bercerita

Payung Teduh kembali memperkenalkan karya emasnya. Lagu-lagu Payung Teduh dikenal sangat puitis dan romantis. Ditambah lagi dengan alunan musik Folk Jazz -nya yang syahdu membuat penikmat karyanya semakin merasakan keteduhannya. Salah satu lagu terbaru mereka berjudul Mari Bercerita. Karya-karya sebelumnya membuat kita membayangkan keromantisan si pembawa lagu dengan kekasihnya. Sementara di lagu ini, kita tidak perlu lagi membayangkannya karena lagu ini dibawakan secara duet dengan seorang wanita berparas ayu bernama panggilan Icha. Karya ini karya pertama Payung Teduh yang dibawakan secara duet. Suara mereka yang lembut dan merdu mampu membawa lagu ini ke suasana yang begitu romantis. Sebetulnya menurut penilaian saya, lirik lagu ini tidak sepuitis lagu-lagu sebelumnya. Liriknya sederhana, tetapi tidak menghilangkan romantismenya bahkan semakin dieksploitasi dengan kehadiran Icha sebagai teman duet Is (vokalis dan gitaris Payung Teduh). Berikut adalah lirik lagu tersebut. ...

Mengenang PT. Texmaco Perkasa Engineering

Industri manufaktur Indonesia sedang dalam perkembangan yang cukup memberikan angin segar. Beberapa waktu lalu kita digegerkan dengan mobil yang diciptakan di Indonesia oleh para pelajar SMK di Solo dengan bantuan dari perusahaan karoseri lokal, Kiat Keroseri. Mobil itu diberi label buatan pabrikan Esemka dengan berbagai variannya. Di antaranya adalah Digdaya dan Rajawali. Tidak hanya itu, bahkan murid-murid SMK telah diajarkan merakit pesawat terbang. Walaupun jenisnya hanya pesawat latih. Masyarakat bersemangat dan bergairah dengan kabar menggembirakan tersebut. Sebagian masyarakat bahkan telah memesan mobil-mobil buatan murid-murid SMK tersebut. Bapak Jokowi, selaku Walikota Solo kala itu, juga telah menggunakan mobil Esemka sebagai kendaraan dinasnya. Media begitu menggembar-gemborkan berita itu. Hampir semua stasiun televisi memberitakannya. Lalu, apa yang terjadi sekarang? Sudah hampir tidak ada beritanya lagi yang muncul di televisi. Kita hanya bisa menikmati beritanya dari me...

Menerangi Tambal Ban

Hari ini, Jumat, 8 Maret 2013. Berangkat pagi seperti biasa, pukul 6 pagi. Dengan memboncengi adik bungsu saya yang hendak bersekolah. Saya tancap gas. Masih beberapa puluh meter dari rumah, jalan mulai menanjak. Memang rute setiap hari yang saya lalui. Yang berbeda adalah rasa "membuang" pada ban belakang sehingga motor pun goyang. Tentu saja bukan goyang seperti penyanyi-penyanyi dangdut. Pasti ban belakang bocor, kata saya dalam hati. Kemudian saya berhenti, untuk memastikannya. "Al, liatin bannya, kayaknya bocor deh," kata saya kepada Alfi, adik saya. "Iya mas, bocor," jawab Alfi sambil menunjukkan ban belakang sudah kehabisan udara. "Terus gua gimana, Mas? Udah mau telat ke sekolah ini." "Iye, gua telpon bapak deh." "Ngapain?" "Ya nganterin elu sekola, masa gua suruh nyuci baju?" Segera saya telpon bapak saya dan bapak saya pun segera menyanggupi untuk mengantarkan adik saya sekolah. Bapak saya memang luar b...