Aku pernah berada di atas sebuah kapal laut, speed boat lebih tepatnya. Aku pandangi laut. Di ujung
cakrawalanya terdapat gugusan Kepulauan Seribu. Ada juga kapal-kapal yang hilir
mudik menyeberangi lautan. Ombaknya naik turun seiring dengan hembusan angin laut
seakan memanggil-manggilku untuk ikut masuk ke dalam ombak ciptaannya, menari balet bersama
ikan-ikan aneka warna yang tak terhitung jumlahnya. Pantulan sinar matahari pun
menambah keindahannya. Jauh dari pandangan, ada perbedaan warna laut. Biru muda
dan biru tua, menandakan perbedaan kedalaman. Aku sentuh air laut. Dingin,
sejuk, tapi sayang, asin ketika kukecap. Ya karena memang ini laut. Terlihat juga
ikan-ikan cantik berenang-renang dengan siripnya yang lentik. Tak berani aku
mengusik.
Aku ingin sekali masuk ke laut. Sepertinya asik bersama
mereka, penuh sahaja. Tapi yang aku ingat, aku tak punya insang, sisik, dan
sirip untuk berenang cukup kuat di sana. Aku juga tidak bisa berenang. Berenang
sedikit saja sudah panik dan berujung keram di beberapa titik. Snorkeling mungkin
cara yang tepat. Lengkap dengan pelampung tentunya. Google telah kukenakan dengan menggigit pangkal snorkel yang telah digigit oleh entah berapa ratus orang sebelumku. Cuek, pikirku, yang penting bisa menyaksikan langsung keindahan "alam lain". Perasaan takut muncul sebelum aku turun ke laut. Aku menggunakan pelampung, tidak boleh takut. Rasa penasaran menanti kejutan berhasil mengalahkan rasa takutku. Aku turun ke laut, tidak ada lagi rasa panik dan takut. Tetapi hanya di permukaan, belum berani masuk ke dalam. Dari permukaan aku masukkan wajahku ke dalam laut. Melalui google yang aku kenakan, aku melihat keindahan bawah laut. Banyak terumbu karang berwarna-warni, indah di sana-sini dengan berbagai variasi ukuran dan warna. Ada yang berbentuk lebar seperti cawan, ada yang bulat seperti bola, ada yang kecil-kecil seperti rokok. Di antara terumbu karang ternyata ada pertunjukan tarian bermacam-macam jenis ikan. Keluar masuk terumbu karang. Indah dengan sirip dan warnanya. Tidak ada ikan yang terlalu besar yang mengganggu mereka. Aku merasa terpanggil oleh mereka, tetapi juga tidak berani mengganggunya. Biarlah tetap demikian.
Hei, aku sudah tidak takut. Ke mana rasa takutku tadi? Apakah ikut menguap bersama uap air yang terbang membentuk gumpalan awan putih itu sehingga sang awan menjadi kelabu? Apakah ikut larut menjadi molekul garam yang tak mempengaruhi asinnya laut? Atau berubah menjadi pigmen yang semakin membuat hitam kulitku? Tidak lagi aku hiraukan tentang itu. Aku hanya terpesona dengan laut dan isinya. Semakin lama semakin aku kagum. Terpikirkan olehku betapa kecilnya aku dibandingkan dengan alam ini. Begitu kecilnya aku, dengan mudahnya alam dapat menyembunyikanku. Bersembunyi dari segala rasa sombongku. Bersembunyi dari kesibukanku. Bersembunyi dari segala rasa yang telah menenggelamkanku. Tapi aku tak bisa selamanya bersembunyi. Aku harus tetap menjalani hidupku seperti biasa. Aku janji akan kembali lagi. Untuk bersembunyi atau sekadar menyapamu lagi.
Hei, aku sudah tidak takut. Ke mana rasa takutku tadi? Apakah ikut menguap bersama uap air yang terbang membentuk gumpalan awan putih itu sehingga sang awan menjadi kelabu? Apakah ikut larut menjadi molekul garam yang tak mempengaruhi asinnya laut? Atau berubah menjadi pigmen yang semakin membuat hitam kulitku? Tidak lagi aku hiraukan tentang itu. Aku hanya terpesona dengan laut dan isinya. Semakin lama semakin aku kagum. Terpikirkan olehku betapa kecilnya aku dibandingkan dengan alam ini. Begitu kecilnya aku, dengan mudahnya alam dapat menyembunyikanku. Bersembunyi dari segala rasa sombongku. Bersembunyi dari kesibukanku. Bersembunyi dari segala rasa yang telah menenggelamkanku. Tapi aku tak bisa selamanya bersembunyi. Aku harus tetap menjalani hidupku seperti biasa. Aku janji akan kembali lagi. Untuk bersembunyi atau sekadar menyapamu lagi.
Komentar
Posting Komentar