Masih terngiang di telinga perkataan Marli (@marlihaza) bahwa rindu bukanlah perasaan. Katanya, cinta itu hanya efek samping dari sekresi enzim yang memicu rasa rindu. Sedangkan rindu itu hanya hasrat seksual yang timbul dari setelah sekresi enzim. Rindu itu akan hilang jika hasrat seksual telah terpenuhi. Hasrat seksual yang dimaksud termasuk sentuhan fisik. Begitu katanya dari sisi pandang ilmuwan. Saya mencoba membantahnya. Mengapa tidak memandang dari sisi manusiawi atau romantisme? Bukankah akan lebih menyenangkan? Dan apakah rindu tidak hilang hanya dengan memandang?
Itu kata-kata yang terucap. Tapi pertanyaan-pertanyaan itu juga yang tidak bisa saya jawab sendiri. Semakin saya pikirkan semakin saya tidak bisa membantah teori Marli. Rindu yang saya rasakan tidak bisa hilang jika belum menyentuh yang saya rindukan. Melihat foto? Tidak. Mendengar suaranya? Tidak. Memandang dengan jarak setipis benang? Tidak. Tidak bisa. Rindu itu belum bisa menguap begitu saja seperti danau yang mengering kala kemarau. Rindu itu belum bisa hilang tanpa rambatan ion-ion dari sentuhan itu. Tapi saya yakin teori Marli salah.
Oiya, rindu itu kan bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi bisa juga dengan makhluk hidup yang lain, seperti pohon, kucing, anjing, dan kelinci. Bahkan dengan makhluk yang tidak hidup, misalnya rumah, mobil, motor. Belum, ini belum bisa menjawab. Rindu pada mereka itu juga harus disentuh. Menurut kita memang ini bukan rindu yang seksual, tapi jika kita menyentuhnya bukankah sudah termasuk pernyataan Marli? Tetap saja menimbulkan rasa bahagia, rasa senang, rasa yang menyentuh bahkan hingga menitikkan air mata. Bukankah rasa bahagia itu timbul dari sekresi hormon-hormon? Bagaimana jika rindu dengan matahari? Kita harus melihat dan merasakan sinar dan panasnya. Itu juga sentuhan. Rindu dengan bulan? Bukankah kita hanya bisa menikmati cahayanya saja tanpa menyentuhnya? Bukan, bukan ini jawaban yang saya cari. Bukan mencari benda apa yang dapat hilang rindu kepadanya tanpa menyentuhnya. Yang saya cari adalah rindu kepada apapun bukan hanya semata hasrat seksual. Sampai saat ini saya belum dapat menenmukan jawabannya. Lembar pernyataan itu sangat melekat di kepala saya. Lemnya super kuat sepertinya. Kemungkinannya tinggal dua: akan berhasil kucabut dengan jawaban yang sesuai atau tulisan di lembar itu akan pudar dan tertutup debu waktu lalu kemudian menghilang tanpa jawaban.
Yang pasti, saya memiliki kacamata yang berbeda. Saya mencoba melihat dari sisi saya sebagai manusia yang saya anggap tidak mengerti sesuatu yang ilmiah. Saya hanya mencoba merasakan rindu yang ada di dalam hati saya tanpa memikirkan apa sebenarnya rindu itu. Rindu itu rasa yang luar biasa, walaupun terkadang rasanya seperti tercekik, susah bernapas. Terkadang juga seperti migrain berat, yang segera butuh obat untuk menghilangkan rasa sakitnya. Saya hanya mengerti, rindu itu ada untuk dirasakan bukan untuk dipikirkan. Biarlah waktu yang mengobati rindu di saat yang paling tepat.
Itu kata-kata yang terucap. Tapi pertanyaan-pertanyaan itu juga yang tidak bisa saya jawab sendiri. Semakin saya pikirkan semakin saya tidak bisa membantah teori Marli. Rindu yang saya rasakan tidak bisa hilang jika belum menyentuh yang saya rindukan. Melihat foto? Tidak. Mendengar suaranya? Tidak. Memandang dengan jarak setipis benang? Tidak. Tidak bisa. Rindu itu belum bisa menguap begitu saja seperti danau yang mengering kala kemarau. Rindu itu belum bisa hilang tanpa rambatan ion-ion dari sentuhan itu. Tapi saya yakin teori Marli salah.
Oiya, rindu itu kan bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi bisa juga dengan makhluk hidup yang lain, seperti pohon, kucing, anjing, dan kelinci. Bahkan dengan makhluk yang tidak hidup, misalnya rumah, mobil, motor. Belum, ini belum bisa menjawab. Rindu pada mereka itu juga harus disentuh. Menurut kita memang ini bukan rindu yang seksual, tapi jika kita menyentuhnya bukankah sudah termasuk pernyataan Marli? Tetap saja menimbulkan rasa bahagia, rasa senang, rasa yang menyentuh bahkan hingga menitikkan air mata. Bukankah rasa bahagia itu timbul dari sekresi hormon-hormon? Bagaimana jika rindu dengan matahari? Kita harus melihat dan merasakan sinar dan panasnya. Itu juga sentuhan. Rindu dengan bulan? Bukankah kita hanya bisa menikmati cahayanya saja tanpa menyentuhnya? Bukan, bukan ini jawaban yang saya cari. Bukan mencari benda apa yang dapat hilang rindu kepadanya tanpa menyentuhnya. Yang saya cari adalah rindu kepada apapun bukan hanya semata hasrat seksual. Sampai saat ini saya belum dapat menenmukan jawabannya. Lembar pernyataan itu sangat melekat di kepala saya. Lemnya super kuat sepertinya. Kemungkinannya tinggal dua: akan berhasil kucabut dengan jawaban yang sesuai atau tulisan di lembar itu akan pudar dan tertutup debu waktu lalu kemudian menghilang tanpa jawaban.
Yang pasti, saya memiliki kacamata yang berbeda. Saya mencoba melihat dari sisi saya sebagai manusia yang saya anggap tidak mengerti sesuatu yang ilmiah. Saya hanya mencoba merasakan rindu yang ada di dalam hati saya tanpa memikirkan apa sebenarnya rindu itu. Rindu itu rasa yang luar biasa, walaupun terkadang rasanya seperti tercekik, susah bernapas. Terkadang juga seperti migrain berat, yang segera butuh obat untuk menghilangkan rasa sakitnya. Saya hanya mengerti, rindu itu ada untuk dirasakan bukan untuk dipikirkan. Biarlah waktu yang mengobati rindu di saat yang paling tepat.
Komentar
Posting Komentar